Selasa, 13 Januari 2015

Logika Jokowi

Para pendukung Jokowi yang berpikiran logis pasti terperangah tidak

percaya saat Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon

tunggal Trunojoyo-1.

Di mata ICW dan masyarakat anti korupsi, BG adalah figur monster yang

menghantui mimpi buruk. Saat bersamaan, Polri sendiri merupakan

institusi yang terkenal korup. Bagaimana mungkin Jokowi akan

memberantas korupsi di Indonesia sementara "ujung tombak" penegakan

hukumnya adalah institusi Polri yang korup dan dipimpin oleh pemimpin

yang disinyalir juga korup?

Pertanyaan ini jelas ada dalam benak semua kita. Apalagi saat

mengajukan Kapolri justru Jokowi tidak meminta pertimbangan resmi dari

KPK. Ini jelas fatal. Lha wong memilih menteri saja minta pertimbangan

KPK, kok ini milih Kapolri yang jelas-jelas institusi "ujung tombak"

pemberantasan korupsi malah tidak libatkan KPK? Apakah karena BG itu

amat dekat dengan Mega dan Mega inginkan BG jadi Kapolri sehingga Mega

TIDAK inginkan Jokowi berkonsultasi dulu dengan KPK untuk ajukan BG?

Logis memang Mega tidak ingin melibatkan KPK atau PPATK karena sangat

mungkin pasti akan di-"stabilo" merah. Hanya kalau ke DPR itu perintah

UU yang harus dilaksanakan. Bagi Mega sendiri, jika saja DPR bisa

di-"bypass" tanpa melanggar UU pasti akan minta Jokowi melakukannya.

Menurut saya, BETUL itu penjelasannya. Jokowi langsung iyakan BG untuk

diajukan jadi calon tunggal Kapolri untuk memenuhi permintaan Mega.

Tapi benarkah dengan begini berarti Jokowi itu "boneka"-nya Mega?

Hmm… entar dulu menuduh Jokowi "boneka"-nya Mega dalam konteks ini.

Bisa jadi Jokowi sedang bermain "bola panas" secara cerdik menggocek

gawang! Mari kita pahami realitasnya:

Jokowi itu tidak punya dukungan penuh dari Partai Pendukung. PDIP itu

tidak sepenuhnya di bawah Jokowi. PDIP itu di bawah Mega. Golkar yang

partainya JK malah justru oposisi terhadap pemerintahan Jokowi.

Sementara KMP menguasai Parlemen. Birokrasi juga „enggan" dekat dengan

Jokowi karena banyak kebijakan Jokowi mengganggu „zona nyaman" para

pejabat birokrat. Di titik ini secara realitas jika Jokowi BERANI

menentang maunya Mega dengan menolak BG maka ini „harakiri" politik!

Menentang Mega dalam konteks ini adalah keputusan bunuh diri dari

sudut politik.

Ingat, kita semua tahu bahwa Mega itu punya jejak rekam buruk tentang

BLBI yang saat ini sedang dikotak-katik KPK. Sangat mungkin Mega

benar-benar butuh BENTENG yang melindunginya yaitu Kapolri yang siap

sikat habis pihak-pihak yang berani otak-atik BLBI. Di titik ini bagi

saya, Jokowi cukup cerdas untuk berkelit dalam situasi sulit dengan

pilihan-pilihan sulit.

Jadi langkah yang dilakukan Jokowi justru langsung membuat BG sebagai

calon tunggal untuk diajukan ke DPR, sangat mungkin langkah yang

cerdik. Ini malah jauh lebih menguntungkan posisi Jokowi dari pada

menentang maunya Mega. Memang akibatnya, keputusan ini dikecam

masyarakat. Masyarakat pun menolak. KMP pun mulai bereaksi keras.

Akibatnya, KMP di DPR akan habis-habisan menguliti koreng dan bau

busuk yang melekat pada kredibilitas BG. Jika benar kredibilitas BG

penuh kotoran nanah, karena kenyang dengan rekening busuk gendutnya,

maka pasti KMP akan kuliti itu rame-rame di depan publik. Jadilah,

akhirnya DPR akan menolak BG. Tidak cuma menolak bahkan mungkin

mempermalukan.

Justru ini yang dimaui Jokowi. BG DTOLAK dan yang menolaknya bukan

Jokowi melainkan DPR. Akibatnya, Mega hanya bisa melongo. Setelah itu,

saat Jokowi diminta kembali mengajukan calon Trunojoyo-1 maka dia

pilihlah Jenderal Polri yang paling bersih dari yang ada serta sangat

mungkin akan libatkan KPK, PPATK dan Lembaga Audit Anti Korupsi yang

kredibel lainnya. Jadilah, Jokowi akan memilih Kapolri pilihannya

tanpa harus bermusuhan dan menyakiti Mega. Biar bagaimana pun Jokowi

butuh dukungan Mega untuk kestabilan politiknya.

Tapi anda pasti anggap keputusan ini adalah "permainan berbahaya".

Jawabnya: IYA ini permainan "bola panas" yang berbahaya. Paling tidak

ini resiko yang akan terkait:

Satu, Jokowi saat ini dikecam oleh masyarakat sebagai Presiden yang

tidak punya komitmen serius memberantas korupsi sesuai dengan janji

kampanyenya. Hanya di mata saya, resiko ini adalah resiko terkecil

buat Jokowi. Toh jika ke depan Jokowi bisa buat program yang baik maka

masyarakat lupa. Suka atau tidak suka seperti inilah realitas di

masyarakat yang Jokowi amat paham memaknainya.

Keputusan diatas lebih kecil resiko politiknya dari pada Jokowi

menolak keinginan Mega yang membuat Jokowi bisa kehilangan dukungan

politik di Parlemen. Kehilangan dukungan dari Mega adalah kiamat

politik buat kestabilan pemerintah Jokowi.

Dua, Jokowi berkeyakinan KMP dan DPR pasti menolak BG. Jokowi sadar

jejak rekam BG amat buruk. Jadi, mosok KMP dan DPR akan setujui BG

jadi Kapolri? Bisa habis kredibilitas KMP dan DPR di mata publik.

Tampaknya itu yang ada di keyakinan Jokowi sehingga dia berkompromi

dengan maunya Mega untuk ajukan BG sebagai calon tunggal.

Masalahnya, jika ternyata KMP juga opportunis sehingga BG diloloskan

jadi Kapolri maka cilaka semua rakyat Indonesia ini. Cilaka betul jika

sinyalamen ICW benar bahwa BG adalah pemilik rekening gendut dan dia

bagian dari masalah korupsi tetapi justru malah jadi Kapolri.

Jokowi mungkin selamat dari kritikan publik karena bisa berlindung toh

DPR sudah melakukan „fit and proper test" dan BG dinilai layak jadi

Kapolri. Jadi, Jokowi jelas selamat dari tuduhan buruk karena sudah

dapat persetujuan DPR. Tinggal para pegiat anti korupsi yang gigit

jari jika memang BG itu kredibilitasnya tidak bersih serta justru

disetujui jadi Kapolri.

Kedua alasan diatas inilah yang saya katakan Jokowi sedang memainkan

„bola panas". Permainan ini membutuhkan kecerdikan tapi dengan resiko

yang juga amat riskan.

PS. – Tambahan catatan kaki:

Menurut saya kejadian Putin di Rusia menarik untuk simak dalam konteks

Jokowi di Indonesia:

Saya kasih contoh Presiden Putin Rusia. Dia naik jadi Presiden karena

dukungan Boris Yeltsin secara politik, meskipun secara pemilu

berdasarkan suara rakyat. Nah saat Putin jadi Presiden maka rakyat

Rusia dan negara Rusia maju. Dia bekerja untuk rakyatnya. Sebagian

besar Rakyat Rusia sepakat bilang Putin bekerja untuk Rakyat dan untuk

bangsa Rusia. Anda tahu apa yang TIDAK pernah dilakukan Putin?

Jawabnya: Mengotak-atik Korupsi masa lalu yang pernah dilakukan oleh

Boris Yeltsin dan keluarganya. Itu dilindungi Putin. Anda bisa

bayangkan padahal Yeltsin sudah tidak punya kekuatan apapun, Putin

yang terkenal sebagai pemimpin keras dan tegas dunia pun enggan untuk

mengganggu Yeltsin dan mau pasang badan melindungi Yeltsin. Bisa anda

bayangkan dengan posisi Jokowi dan Mega? Yeltsin yang sudah tidak

punya posisi apapunya saja, Putin cukup takut mengotak-atik Yeltsin,

apalagi dalam konteks Jokowi dengan Mega yang notabene Mega masih

berkuasa dan penentu penting stabilitas politik.

Menurut saya pribadi, konteks hubungan Putin dan Yeltsin terutama pada

periode pertama kepemimpinannya amat menarik untuk memahami konteks

hubungan Jokowi dan Mega.



Sumber :

https://ferizalramli.wordpress.com/2015/01/11/permainan-bola-panas-cerdik-ala-jokowi-untuk-trunojoyo-1/

Share this

0 Comment to "Logika Jokowi"

Posting Komentar